menu Home chevron_right
Banyuwangi

Tolak Revisi UU Penyiaran, Media di Banyuwangi Gelar Aksi Damai : Tampilkan Kesenian Tradisional

Ilex | 20 Mei 2024

radiovisfm.com – Puluhan jurnalis yang tergabung dalam Pers Banyuwangi atau Aliansi Jurnalis Banyuwangi menggelar aksi damai di gedung DPRD Banyuwangi dengan menyajikan kesenian tradisional sebagai ungkapan penolakan revisi Undang-Undang penyiaran pasal 50, yang melarang penayangan isi siaran dan konten siaran yang mengandung unsur mistik dan konten siaran pengobatan tradisional.

Kesenian tradisional yang ditampilkan berupa barong dan jaranan.

Mereka merupakan gabungan dari beberapa profesi jurnalis. Seperti Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI).

Sembari membawa puluhan spanduk mereka menyatakan dengan tegas menolak Revisi Undang-Undang (RUU) Penyiaran, karena dinilai terkesan disusun secara tidak cermat dan berpotensi mengancam kebebasan pers. Serta berpotensi menghapus karakter dan identitas bangsa Indonesia yang terkandung dalam budaya Banyuwangi dan budaya Nusantara.

“Penyusunan Revisi UU Penyiaran juga tidak melibatkan berbagai pihak terkait, seperti organisasi profesi jurnalis, komunitas pers dan lainnya,” kata Ketua PWI Banyuwangi, Budi Wiriyanto.

“Dalam draf Revisi UU Penyiaran terdapat sejumlah pasal yang menjadi perhatian khusus Pers Banyuwangi atau Aliansi Jurnalis Banyuwangi. Seperti pada pasal 50 B ayat 2 huruf c yang melarang penayangan eksklusif karya jurnalistik investigasi. Hal ini jelas menimbulkan banyak tafsir dan membingungkan,” paparnya.

Yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa Revisi RUU Penyiaran ini melarang televisi menayangkan secara eksklusif karya jurnalistik investigasi? Padahal kata Budi, selama karya tersebut memegang teguh kode jurnalistik, berdasarkan fakta dan data yang benar, dibuat secara professional dan semata-mata untuk kepentingan publik maka tidak boleh ada yang melarang karya jurnalistik investigasi disiarkan di televisi.

Budi mengaku, pers Banyuwangi memandang pasal 50 B ayat 2 huruf k tentang larangan penayangan Isi Siaran dan Konten Siaran yang mengandung berita bohong, fitnah, penghinaan dan pencemaran nama baik adalah multi tafsir dan membingungkan berpotensi menjadi alat kekuasaan untuk membingungkan dan mengkriminalisasikan jurnalis atau pers. Apalagi sesuai UU nomor 40 tahun 1999 tentang pers, sudah terdapat Hak Jawab dan Hak Koreksi.

“Pers Banyuwangi atau Aliansi Jurnalis Banyuwangi juga memandang penyelesaian sengketa jurnalistik penyiaran di KPI berpotensi mengintervensi kerja-kerja jurnalistik yang professional, mengingat KPI merupakan lembaga yang dibentuk melalui keputusan politik di DPR. Sesuai dengan UU Pers telah jelas setiap sengketa yang berkaitan dengan karya jurnalistik baik penyiaran, cetak, digital (online) hanya bisa diselesaikan di Dewan Pers,” jelas Budi.

Sementara itu, Ketua IJTI Banyuwangi, Samsul Arifin menyatakan dengan tegas bahwa Pers Banyuwangi atau Aliansi Jurnalis Banyuwangi memandang bahwa pasal 50 B ayat 2 huruf f dan h yang melarang penayangan Isi Siaran dan Konten Siaran yang mengandung unsur mistik dan penayangan Isi Siaran dan Konten Siaran pengobatan supranatural berpotensi menghapus atau berlawanan dengan semangat pelestarian budaya Banyuwangi, bahkan budaya Nusantara. Mengingat unsur mistik dan pengobatan supranatural merupakan kekayaan budaya Banyuwangi dan Nusantara yang diwariskan oleh nenek moyang serta leluhur.

“Yang perlu digaris bawahi, budaya merupakan akar dari karakter dan identitas masyarakat Banyuwangi, Nusantara dan bangsa Indonesia,” ujar Samsul.

Sementara di Banyuwangi sendiri, setiap tahun di beberapa desa dan kecamatan selalu menggelar ritual adat seni dan budaya. Dan itupun diliput oleh media lokal maupun nasional serta internasional untuk disajikan kepada publik.

Written by Ilex

Comments

This post currently has no comments.

Leave a Reply





  • play_circle_filled

    Radio VIS FM Banyuwangi
    Radio VIS FM

play_arrow skip_previous skip_next volume_down
playlist_play