Perpusnas RI Tetapkan Naskah Lontas Sritanjung Sebagai Ikon
radiovisfm.com – Naskah Lontar Sritanjung resmi ditetapkan sebagai Ingatan Kolektif Nasional (IKON) oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Penetapan ini meneguhkan naskah Lontar Sritanjung sebagai bagian penting peradaban bangsa.
Lontar Sritanjung berisi naskah yang berkisah soal Sri Tanjung, tokoh legenda di Banyuwangi. Karya satra itu tersusun dalam larik puisi.
Naskah Lontar Sritanjung pernah popular dalam ritual pelantunan tembang. Puisi lirik yang terdapat dalam naskah tersebut merupakan bagian dari sejarah cerita lisan yang diwariskan dari satu generasi ke generasi di bawahnya oleh masyarakat Banyuwangi.
Para peneliti naskah kuno menganggap, naskah Lontar Sritanjung mengandung representasi antar budaya, misalnya Jawa dan Bali. Termasuk juga dengan budaya-budaya lain di Indonesia.
Kepala Pusat Jasa Informasi Perpustakaan dan Pengelolaan Naskah Nusantara Perpusnas RI Agus Suyoto menjelaskan, usai ditetapkan naskah Lontar Sritanjung perlu lebih diaktualisasikan. Hal ini agar naskah tersebut melekat dalam ingatan masyarakat.
“Jadi jika orang mendengar nama Banyuwangi mereka akan teringat dengan cerita-ceritanya,” kata Agus dalam seminar Pengurusutamaan Naskah Nusantara Ikon di Banyuwangi.
Dia menjelaskan, Perpusnas memang tengah gencar melakukan program pencatatan dan mengamankan manuskrip-manuskrip kuno. Naskah itu menjadi penting memperteguh identitas keindonesiaan yang tak bisa terlepas dari dokumentasi masa silam.
“Perpusnas diarahkan untuk bisa mengangkat naskah kuno dari berbagai daerah. Kemudian dikembangkan untuk dijadikan sebuah aktivitas yang bisa langsung menyentuh kepada masyarakat sebagai ingatan kolektif,” papar Agus.
Sementara, Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani menyampaikan terima kasih karena naskah kuno asal Banyuwangi masuk dalam Ikon.
“Selama ini Banyuwangi terus berupaya melestarikan kekayaan seni dan budaya termasuk manuskrip kuno yang menjadi kekayaan literasi Banyuwangi,” ungkap Bupati Ipuk.
Menurutnya, selain Lontar Sritanjung, di Banyuwangi terdapat sejumlah manuskrip kuno lainnya seperti Lontar Yusup, Babad Tawangalun, serta sejumlah kitab yang memiliki parateks bernilai sejarah dan mengandung pengetahuan.
Pemkab juga rutin menggelar Festival Kitab Kuning yang mengangkat khazanah dan merestorasi keilmuan para ulama Banyuwangi. Cerita maupun sejarah Banyuwangi yang terkandung dalam naskah kuno juga diangkat dalam berbagai festival sebagai upaya untuk melestarikannya terutama pada generasi muda.
“Kami berharap dengan masuknya Lontar Sritanjung di Ikon, akan banyak menghadirkan para peneliti dan penggiat kajian manuskrip datang ke Banyuwangi,” kata Bupati Ipuk.
Selain upaya pelestarian pada naskahnya, di Banyuwangi juga dilakukan penyelematan terhadap tradisi yang mengikutinya. Seperti halnya masih kuatnya tradisi dan ritual pelantunan tembang berbasis naskah kuno yang dikenal dengan mocoan (Osing) dan mamaca (Madura).
Wiwin Indiarti, peneliti naskah kuno Banyuwangi menjelaskan Sri Tanjung adalah karya sastra populer Jawa Pertengahan yang dianggit dalam bentuk puisi lirik yang dinyanyikan. Kisahnya, yang tersusun dalam larik-larik puisi, pernah populer dalam ritual pelantunan tembang.
Secara ikonik, Sri Tanjung juga terkait dengan legenda kota di ujung timur Jawa, Banyuwangi. Kisah ini tidak hanya mengandung cerita- cerita epik yang kaya dengan simbolisme, tetapi juga merupakan bagian dari sejarah lisan yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Pengaruh cerita ini melampaui batas geografis Banyuwangi, menjadikannya representasi penting dari budaya dan tradisi Jawa-Bali yang juga memiliki resonansi dengan budaya-budaya lainnya di Indonesia.
“Lontar Sri Tanjung dari Banyuwangi layak diakui sebagai bagian dari ingatan kolektif nasional bukan hanya karena nilai- nilai budaya dan sejarahnya, tetapi juga karena narasi gender, aspek ethnomedicine, dan relevansi dalam konteks global yang memperkuat pentingnya teks ini dalam membentuk identitas budaya dan nasional,” papar Wiwin.
Comments
This post currently has no comments.