Gandeng Sejumlah Instansi, Banyuwangi Perketat Pengurusan Dispensasi Nikah
radiovisfm.com – Pemkab Banyuwangi menunjukkan keseriusan dalam mencegah dan menanggulangi pernikahan dini yang marak terjadi. Salah satu upaya yang dilakukan adalah merancang skema memperketat pengurusan dispensasi nikah.
Pemkab menggandeng sejumlah instansi untuk melakukan upaya tersebut. Kerjasama itu tertuang dalam MoU yang ditandatangani antara Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Henik Setyorini, Kepala Dinas Kesehatan Amir Hidayat dan Kepala Pengadilan Agama, Husnul Muhyidin, di Banyuwangi.
Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuaan dan Keluarga Berencana (PPKB) Banyuwangi Henik Setyorini menjelaskan MoU itu merupakan bagian dari program perlindungan anak dan peningkatan kualitas sumber daya manusia.
“Dalam kesepakatan itu tertuang dua syarat tambahan yang wajib dipenuhi sebelum seseorang mengajukan dispensasi nikah ke Pengadilan Agama,” kata Henik.
Syarat pertama adalah mengantongi surat rekomendasi kematangan psikologis dari psikolog yang telah ditunjuk Dinsos PPKB. Rekom tersebut bertujuan mengukur tingkat kematangan mental dari pemohon dispensasi nikah.
Syarat kedua adalah melampirkan surat rekomendasi hasil pemeriksaan kesehatan dan kematangan reproduksi. Pemeriksaan kesehatan itu nantinya difasilitasi oleh Dinas Kesehatan.
“Hasil asesmen nantinya akan menjadi pertimbangan hakim untuk menentukan pemohon layak diberi dispensi kawin atau tidak,” ungkap Henik.
“Tujuan utama dari skema itu bukan dalam rangka mempersulit masyarakat. Justru bertujuan untuk melindungi anak-anak dari resiko pernikahan dini,” imbuhnya.
Dijelaskan Henik, pernikahan dini memiliki berbagai dampak negatif yang signifikan, baik dari segi fisik, mental, maupun sosial. Remaja yang menikah dini sering kali belum siap secara fisik untuk kehamilan. Hal ini meningkatkan risiko komplikasi kehamilan dan melahirkan. Belum lagi perkara kesehatan mental.
“Karena tanggung jawab rumah tangga yang berat di usia muda bisa menimbulkan tekanan mental, seperti kecemasan, depresi, atau stres. Yang ujungnya berakhir perceraian. Ini harus dihindari. Pernikahan dini cenderung juga meningkatkan risiko kekerasan dalam rumah tangga. Kurangnya pengalaman dan kedewasaan membuat mereka lebih rentan terhadap pengendalian atau eksploitasi dari pasangan,” papar Henik.
Disampaikan Henik, secara ekonomi kalau belum matang, bisa saja mereka terjebak dalam siklus kemiskinan, yang dapat berlanjut hingga generasi berikutnya.
“Kami berharap melalui MoU ini target perkawinan anak usia dini bisa ditekan. Angka perceraian, kematian ibu dan bayi, angka stunting juga bisa turun,” ujar Henik.
“Kami berkomitmen untuk terus memantau dan mengevaluasi efektivitas program yang dilaksanakan, demi tercapainya tujuan jangka panjang dalam melindungi anak dan remaja,” pungkasnya.
Comments
This post currently has no comments.