radiovisfm.com – Puluhan anggota Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (Gapasdap) dan Indonesian National Ferryowners Assosiation (INFA) melakukan larung sesaji di Selat Bali. Kegiatan ini sebagai wujud syukur atas rizki yang telah didapatkan sekaligus untuk menyelaraskan manusia dengan alam juga berharap kejadian kecelakaan laut tidak terulang kembali. Kegiatan ini juga diikuti KSOP Banyuwangi.
Ritual ini dilakukan ditengah Selat Bali.
Sesaji dibawa dari kawasan dermaga LCM Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi. Selanjutnya, sesaji dibawa ke tengah selat Bali dengan menggunakan KMP Jambo VI. Setelah pembacaan doa, selanjutnya sesaji dilarung ke lautan.
Kepala KSOP Tanjungwangi Banyuwangi Purgana mengatakan, ritual larung sesaji ini inisiatif dari Gapasdap dan INFA untuk mewujudkan rasa syukur terhadap yang diberikan Tuhan melalui alam yang selama ini telah dinikmati.
Dia menambahkan, larung sesaji ini merupakan suatu tanda terima kasih keterkaitan dengan sesama makhluk. Dia menyebut, ritual larung sesaji ini juga wujud rasa syukur.
“Semuanya melalui perantara, tidak mampu berhubungan langsung kepada sang khalik. Ini yang mendasari itu,” jelasnya.
Ketua DPC Gapasdap Banyuwangi, Nurjatim, mengatakan, peristiwa kecelakaan KMP Tunu Pratama Jaya mengingatkan bahwasannya manusia harus bisa menyatu dan selaras dengan alam.
“Bukan kami mendewakan tapi kami wajib bersyukur, di mana tempat kami bekerja, tempat kami berusaha, kami harus ada rasa terima kasih,” terangnya.
Dia menambahkan, ke depan kegiatan ini akan dilaksanakan secara rutin setiap tahun di bulan Suro, kalender Jawa. Dirinya menyadari beberapa tahun terakhir ritual ini agak terlupakan. Padahal dahulu selalu rutin dilakukan.
“Kami punya komitmen kepada penerus kami, nantinya ritual larung sesaji ini tetap dijalankan. Kami akan mengadakan secara rutin untuk keselamatan kami semua,” tegasnya.
Salah satu tokoh masyarakat, Sentot, mengatakan, pada tahun 2013 hingga 2015 dirinya bersama masyarakat rutin menggelar larung sesaji. Itu dilakukan saat dirinya masih bekerja di kantor Syahbandar Ketapang.
“Selama Saya menjabat di sini tidak ada kapal tenggelam, tahun 2013-2015. Ini kita lakukan lagi supaya todak ada kendala agar kapal bisa berlayar dengan baik,” terangnya.
Dalam beberapa tahun terakhir kapal-kapal pelayaran hanya melintasi begitu saja untuk mendapatkan keuntungan tanpa memperhatikan yang di sini.
“Harus selaras antara alam dan manusia,” kata pria yang juga seorang Dosen ini.
Sentot menjelaskan sesaji yang dilarung diantaranya ada Kepala kerbau jantan. Dia menyebut sejak dahulu larung sesaji di Selat Bali menggunakan kepala kerbau. Kemudian ada pisang raja, apel, jeruk, dan juga bubur suro.
“Bubur Suro ini penting, kalau tidak ada gak sah menurut leluhur. Supaya pelayaran Ketapang-Gilimanuk aman dan lancar,” ujarnya.
Leave a Reply